TULISAN I
(Ringkasan)
THE
LONELY HEARTS CLUB
(Siapa
bilang cewek enggak bisa eksis tanpa cowok)
SUMMER
I’M IN LOVE
Sewaktu
umurku lima tahun, aku berjalan menuju altar dengan pria impianku. Oke sebut
saja dia cowok. Umurku juga lima tahun, aku mengenal Nate Taylor kira-kira
sejak lahir. Ayah kami berteman sejak kecil, dan setiap tahun, Nate dan orang
tuanya menghabiskan musim panas bersama keluargaku. Semua orang selalu bergurau
bahwa kami akan menikah sungguhan suatu hari nanti. Nate dan aku juga mengira
begitu. Kami mengira bisa jadi pasangan yang sempurna.
Umur kami
14 tahun, aku semakin bersemangat menyambut musim panas. Kami bukan berkhayal
lagi, perasaan itu nyata, terasa lain. Hati yang terlibat bukan terbuat dari
kertas lipat-hidup, berdetak …. Sungguhan.
Bila
memikirkan musim panas aku memikirkan Nate,bila memikirkan cinta aku terpikir
Nate. Apapun yang kupikirkan, Nate pasti kupikirkan juga.
Bulan
terakhir sekolah tak tertahankan, aku mulai menghitung jam sampai Nate datang.
Aku sudah berbelanja dengan teman-teman untuk membeli “kostum kencan Nate”.
Kutentukan jadwal kerja kantor Dokter Gigi Dad mengikuti jadwal kerja Nate di
country club. Aku tak ingin apapun mengahalngi kami.
Lalu itu
terjadi.
Dia
kemari.
Dia lebih
tinggi.
Dia lebih
matang.
Dia tak
imut lagi-dia seksi.
Dan, dia
milikku.
Nate
menginginkanku. Dan aku sebaliknya. Kelihatan sederhana saja. Tak lama lagi,
kami bersatu. Akhirnya, benar-benar bersatu.
Hanya
saja aku tidak mengalami dongeng yang kuharapkan.
Sebab cowok
berubah
Mereka
berbohong
Mereka
menikam hatimu
Kutemukan
sisi pahit bahwa tidak ada dongeng dan cinta sejati.
DIA
ENGGAK BANGET
Semua itu terjadi terlalu cepat, awalnya
sama saja dengan musim panas lain. Keluarga Taylor datang, lalu rumah ramai. Nate
dan aku terus saling menggoda … rutinitas yang kami jalani selama beberapa
tahun belakangan. Tapi kali ini ada sesuatu dibalik godaan itu. Seperti hasrat,
seperti masa depan.
Orangtua kami tidak tahu apa yang
terjadi, Nate tidak mau cerita kepada mereka, dan aku ikut saja. Walaupun aku
tahu orangtua kami sudah lama menginginkan kami jadian, aku tidak yakin mereka
siap mengetahui kami bersama sekarang. Terutama karena Nate menginap dibawah,
di lantai dasar kami yang kedap suara.
Semua itu berjalan sangat lancer. Nate
mengatakan semua yang kudengar, betapa cantik dan sempurnanya aku.
Aku terbang ke surga.
Dan, sepertinya terlalu cepat, terlalu
cepat.
Setelah dua minggu, Nate mulai bilang
betapa dia yakin aku orangnya, cinta sejatinya. Pasti sangat menakjubkan,
katanya, kalau kubiarkan dia mencintaiku seperti yang dia inginkan.
Inilah yang kukhayalkan sekian lama,
inilah yang sejak dulu kuinginkan, jadi kupikir, ya, akan kulakukan. Sebab aku pasti bersamanya. Dan, itulah yang
penting.
Kuputuskan mengejutkan Nate.
Kuputuskan memercayainya.
Kuputuskan melakukannya.
Semua sudah kurencanakan, semua beres.
Orangtua kami akan keluar larut malamn dan rumah jadi milik kami berdua.
“Kau yakin mau melakukan ini, Pen?”
Tanya Tracy pagi itu.
“Yang kutahu, aku tak mau kehilangan
dia,”jawabku.
Itulah alasanku. Itu demi Nate. Tak ada
hubungannya denganku dan apa yang kuinginkan. Semua untuk dia.
Senyumku mulai tersungging ketika
kunyalakan lampu.
“Kejutan!” seruku.
Nate menyembul dari sofa dengan wajah
panik.
“Hai …,” sapaku lembut sambil
menjatuhkan gaun ke lantai.
Lalu kepala kedua menyembul dari sofa
Seorang cewek
Bersama Nate.
Aku berdiri terpaku, tak memercayai mata
sendiri, kupandang mata mereka bergantian.
Cewek itu mulai terkekeh. “Katamu adikmu
pergi sesorean!”
Adiknya ? Nate tidak punya adik cewek.
Aku berusaha mengatakan pada diri sendiri bahwa ada penjelasan masuk akal untuk
apa yang kulihat. Tak mungkin Nate melakukan hal semacam ini padaku. Apalagi
dirumahku. Mungkin cewek ini mengalami kecelakaan mobil diluar dan Nate
membawanya masuk untuk … mmm, menenangkannya. Atau mereka hanya berlatih adegan
drama musim panas berjudul …. Romeo dan
Juliet Bermesraan, atau mungkin aku tertidur dan ini hanya mimpi buruk.
Hanya … tidak, Cewek itu bersiap pergi, lalu Nate,
menghindari tatapanku, mengantarkanya naik.
Sungguh cowok sopan.
Setelah aku nyaris lumutan, dia kembali.
“Penny,” katanya, merengkuh pinggangku,
“maaf kau sampai melihat yang tadi.”
Aku berusaha bicara, tapi suaraku entah
ke mana.
Tanganku naik kebahuku. “maafkan aku,
penny. Maaf banget. Kau harus percaya ini tindakan konyol. Aku bodoh. Bodoh
kelas kakap.”
DAFTAR
COWOK GEBETAN
Cowok bagiku sudah tamat, pertanyaan
satu-satunya adalah : kenapa ini baru terpikir sekarang ?
Aku tahu gagasan ini genius. Tapi pasti
menyenangkan kalau sahabatku berhenti memandangiku seolah aku kabur dari
lembaga perawatan mental.
“Pen, kau tahu aku sayang padamu, tapi …
“
Nah
ini dia.
Kami
bertemu mendadak di restorant setempat, tidak sampai satu jam setelah aku dapat
ilham. Tracy menyesap milk shakenya menyimak celotehanku mengenai semua masalah
gara-gara cowok sekian tahun ini. Aku belum sampai ke bagian klub itu dan
keputusan untuk tidak berkencan.
Daftar itu jelas lebih sering
mengakibatkan sakit hati daripada semstinya. Tracy belum berkencan dengan yang
mana pun. Malah, dan tidak pernah punya pacar. Aku tidak tahu mengapa. Dia
cantik, lucu, pintar, dan salah satu teman paling setia dan dapat diandalkan
idaman semua orang. Tapi, seolah contoh mengapa cowok itu mengesalkan masih
kurang, tak ada cowok di McKinley yang tampaknya memandang Tracy pantas
dijadikan pacar.
“Aku tidak mengerti kau ini bicara
apa,”katanya.
“Ya. Jadi kau mau bilang tidak punya
daftar baru yang siap diteliti?”
Tracy memindahkan tas ke kursi di
sebelahnya.
Tentu saja dia punya daftar. Tinggal
beberapa hari lagi kami masuk SMA.
“Masa bodoh,” dangus Tracy. “Sepertinya
aku harus melempar saja daftar ini karena, menurutmu, semua cowok
menjengkelkan.”
Aku tersenyum. ”Nah, kemajuan. Ayo kita
bakar!”
Semoga
hari pertamamu asyik
Ryan Bauer adalah salah satu cowok yang
ditempeli pacar dan hidup cewek itu melulu mengenai dia. Ryan tipe cowok keren
paling standar disekolah kami. Atlet jempolan dengan nilai bagus, yang
kebetulan juga ganteng. Tingginya lebih dari 180 sentimeter dengan perawakan
kekar, matanya biru mempesona, dan dia selalu menyusurkan jari ke rambut hitam
bergelombang. Jelas, Ryan juga salah satu cowok incaran di sekolah. Dulu aku
ikut-ikutan, tapi kali ini aku tidak berhasrat member makan egonya lebih jauh.
Ryan itu cowok. Cowok banget. Menurutku, mungkin dia
menyembunyikan mayat anak kecil dan anjing dalam loker. Dan aku menyukainya.
NATE LAGI
?
Aku tetap ingat bahwa ada korelasi
antara merenggangnya persahabatanku dengan Ryan dan makin eratnya pertemanan
sesama anggota klub.
Setiap kali klub maju (kemenangan tim
basket diane semalam), Ryan dan aku mundur selangakah (dia tak pernah muncul
lagi di lokernya hari itu).
Itu cukup mengesalkan, tapi kemudian ada
masalah lain yang harus ku hadapi.
Nate.
Ada surel menungguku ketika aku sampai
dirumah. Yang ini diberi judul :
Teman
?
Aku duduk dam mengekliknya.
Pen,
Belakangan
ini aku sering memikirkan soal kita.
Sebenarnya, kau sajalah yang kupikirkan. Aku
tahu kau tak akan mengabariku. Aku tahu kau benci padaku, Aku tahu kau tak akan
merasakan yang sama denganku. Aku pantas dibeginikan. Tapi, aku perlu
menanyakan satu hal, dan aku minta kau memikirkannya (kalau kau membaca ini)
sebelum kita bertemu beberapa minggu lagi. Bisakah setidaknya kita jadi teman?
Aku butuh kau dalam hidupku. Dan aku terima, bagaimanapun jadinya kita nanti.
Akan kulakukan apa pun yang memungkinkanmu kembali dalam hidupku.
Salam
sayang,
Pecundang
Teman?
Dia ingin kami berteman setelah semuanya sudah terjadi?
Ryan dan Diane berteman, tapi Ryan tidak
menhkhianati Diane, Ryan …..
Tak pelak kupikirkan betapa
menyenangkannya Ryan atau berteman dengannya sebab kini dia bahkan tidak mau
bicara denganku.
Mungkin yang terbaik adalah bilang saja
pada Nate bahwa kami bisa berteman dan melanjutkan hidup.
Namun aku tahu, aku membohongi diri
sendiri kalau mengira bisa melakukannya.
Setelah memimikirkanya selama seminggu,
kuputuskan meminta saran Diane sambil makan. “Kok kau bisa berteman dengan
Ryan?” todongku sebekum kamu memesan.
Diane terkejut. “Sudah begitu lama dia
jadi bagian hidupku.”
So Sweet
Udara musim dingin menyertaiku ketika
kami meninggalkan rumah Amy. Aku mulai menggigil saat kami berjalan ke mobil Ryan
dan dia merangkulku.
Mendadak aku tidak kedinginan lagi.
Ryan membuka pintu untukku. Aku duduk
dan memasang sabuk pengaman ketika Ryan naik ke sisi satunya. Dia menyalakan
mesin dan stereonya mulai berbunyi. Ryan merona.
“CD bagus,” komentarku.
“Terima kasih. Aku suka sekali.”
“Aku juga,” jawabku, tidak lagi
membicarakan music.
Aku bersandar di jok dan menaruh kepala
di headrest. Butuh waktu lama, tapi akhirnya kami sampai di sini.
Aku maju dan mengeraskan volume, lalu
ikut menyanyikan lagu terakhir di CD yang kurekamkan untuknya.
Meskipun sudah tengah malam, aku masih
bisa menyanyi “Here Comes the Sun” dan meresapi setiap kata, setiap emosinya.
Terutama mengenai keadaan yang baik-baik
saja.
SEMPURNA. {}
Kesan dan
Pesan terhadap penulis
Elisabeth Eulberg lahir dan besar di
Wisconsin sebelum kuliah di Syracuse dan berkarier dalam bisnis buku di New
York City. Ia tinggal di luar Manhattan bersama tiga gitar, dua keyboard, dan
satu stik drum. Untuk meriset buku ini, ia mencoba menjauhi lelaki selamanya,
dan ia tidak berhasil. Menurut pendapat saya mengenai cerita novel ini yang
berjudul “THE LONELY HEARTS CLUB” ceritanya sangat baik karena di cerita ini
terdapat cerita sedih, gembira, romantis dan semua romansa percintaan ada di
novel remaja ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar